Sebelumnya terpikir, setidaknya diri butuh seseorang meski hanya satu namun itu bisa untuk diandalkan.
Namun sesaat kemudian, bagian mana yang diri senangi saat mencoba mengandalkan seseorang? Tidak satupun.
Take and give, timbal balik, atau hal sejenisnya. Tidak ada yang mengharuskan, begitupun diri. Dan diri tidak mempermasalahkan Itu, wajar saja jika dalam sudut pandangku itu berbeda denganmu.
Kemudian terlalu mandiri, bagiku segala sesuatu dalam diri adalah tanggung jawabnya masing-masing. Mencoba mempercayakannya dengan orang lain, itu bullshit. Begitu yang dialami. Sekali lagi, berbeda denganmu itu tak masalah, itu bagianmu dan urusanmu.
Bagianku hanya menulis ini, menuangkan pembelajaran hidup baru yang diri dapatkan. Tidak termasuk meyakinkanmu untuk setuju.
Dan terlalu mandiri yang diri maksudkan, tidaklah niat mengingkari hukum manusia sebagai makhluk sosial.
Diri masih butuh makan, membuat makanan memang bukanlah keahlian diri. Namun diri punya sebuah keharusan untuk makan.
Untuk makan, tak melulu memintamu membuatkan, mencarikan, atau membelikan. Biar diri upayakan dengan menjemputnya sebagaimana kemampuan diri.
Jika kemudian aku membelinya, sudah tugas dan pilihanmu menyajikan dan menjajakan itu pada diri.
Setiap kita punya bagian, peran dan tujuan masing-masing.
Apa yang menjadi bagian diri, biarlah diri upayakan dan usahakan.
Jika nanti apa yang akan diupayakan ternyata sama dengan yang ingin atau sedang kamu lakukan, berarti kita sedang berada pada frekuensi yang sama, saling membutuhkan.
Diri lapar, kamu menyediakan dan menjual makanan. Diri akan beli dan kamu akan terima uangnya.
Tapi tak ada aturan bahwa setiap diri lapar harus membeli makanan yang kamu jajakan. Adakalanya seleraku bisa saja se frekuensi dengan yang lain, dan itu bukan kamu.
Atau dalam kasus lain, bisa saja kamu sedang tidak jualan. Dan memaksamu untuk tetap menyajikan makanan bukanlah sebuah kebijaksanaan. Jadi sudah menjadi bagianku untuk mencari tempat makan yang lain, membelinya, makan dan lalu kenyang.
Intinya, diri tak ingin membebani kamu. Jika pernah, maka maaf. Jika ada kata yang lebih indah dari maaf, maka akan ku pilihkan itu untuk kamu.
Kenapa begitu? Tenang ini bukan cuma atau tentang kamu, tapi karena diri juga tak ingin semakin membebani diri.
Menjadi keharusan dan mengupayakan apa yang diri ingini sudah semestinya begitu. Bagian itu bukan beban, itu kewajiban.
Lalu konsep beban bagaimana yang diri maksud?
Konsep itu ada dikepalaku, namun jika kamu mau menunggu tanpa kepastian untuk tahu jawabannya, maka tunggulah. Jika tidak, ya sudah. Terserah.
Demikian. (Sani Utami)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar