Banyaknya Kebaikan Dari Sebuah Durian - Diallogi

HEADLINE

Post Top Ad

<>

Selasa, 18 Februari 2020

Banyaknya Kebaikan Dari Sebuah Durian

Hallo,
Untuk kalian para Diallogos yang sudah lama tak tersapa
Sudah rindu kah?
Kalau belum ayo merindu, biar rindu ini terjawab “Iya”.

12 Februari lalu, masih di 2020. Entah mengapa kebaikan yang satu ini ingin sebanyak-banyaknya selalu dikenang. Ingin rasanya untuk dibagikan. Iya, agar kalian semua tahu, kalau masih ada kebaikan yang seperti itu.

Oke,
Kejadiannya diawali dari sore hari sekitar pukul 16.00 lewat, cuacanya cerah waktu itu, karena tidak hujan. Atau malah gerimis ya? Ah anggap saja tidak. Bersama seseorang yang tersebut teman seperjuangan dan dia perempuan. Kami memutuskan untuk pergi ke pasar, namanya Pasar Bawah tempatnya masih di Bukittinggi. Kebanyakan orang ada juga menyebutnya Pasar Banto, pokoknya ke Pasar deh.

Tujuannya adalah berbelanja kebutuhan hidup seperti beras, sayuran, buah, jajanan, dan lauk pauk. Ah andainya memang seindah yang tersebut. Tapi intinya kami butuh makan untuk melanjutkan hidup dan butuh lebih untuk berjuang menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa.

Jarak tempat tinggal dengan pasar agaknya lumayan jauh, kalau jalan kaki sampai juga, namun capek. Duhh, mengeluh saja bisanya...bukan, bukan begitu, karena berhubung hari sudah sore bolehlah kami memutuskan untuk naik angkot kan. Bahkan jika hari masih pagi pun keputusan itu tak akan diri sesali sih.

Oh iya, rasanya perlu kuberitahu juga, untuk naik angkot dari kawasan Belakang Balok Itu biasanya ada mobil berwarna merah dan bernomorkan 15 didepannya. Rutenya sepanjang perjalanan hingga menuju tempat tujuan kami tadi, yaitu Pasar Bawah. Waktu itu isi angkotnya tidak terlalu penuh, nyaris sepi hingga yang tersisa hanya kami berdua sebagai penumpang dan bapak itu sebagai sopir. 
Disanalah cerita itu dimulai.
Sang bapak dengan usianya yang sudah tak muda, namun masih produktif untuk bekerja
Mengawali pembicaraan sederhana dengan “masih kuliah? Kuliah dimana nak?”
Dijawablah pertanyaan itu sebagaimana adanya. Hingga terciptalah dialog-dialog selanjutnya
Rincinya mungkin aku tak ingat, tapi intinya tentang kehidupan. Kehidupan rantau, anak koss, perjuangan, kisah itu sebagaimana juga terjadi padanya dan anaknya yang kini tengah berkuliah juga di nagari orang.

Sang bapak masih terus mengemudikan mobilnya, sembari berkisah tak lupa menengok kiri-kanan juga menyapa. Siapa tahu ada penumpang yang akan pergi ketempat tujuannya kan, ya sebagaimana rute angkot itu seharusnya lah. Dan beberapa mulai memenuhi isi angkot, pastinya dikursi penumpang, karna kursi sopirnya hanya satu, khusus untuk bapak itu saja. Kenapa? Ya karena bapak itu sopirnya.
Dihampir penghujung tujuan kami, sebagaimana yang kusangka pasti akan ada pemandangan indah seperti ini. Apa itu? “tumpukan durian, semobil isinya durian, orang makan durian, sejenis itulah” dan sedihnya diri hanya melihat dan numpang lewat. Hari berganti hari terus saja begitu.

Eitsss, perlukah diri ini ungkapkan bahwa sudah lama rindu Durian dan ingin Durian, tapi belum pernah kesampaian. Karena lalu, harganya masih mahal untuk ukuran yang terbilang tidak besar. Tapi ingin, dan jadinya tertahan.

Karena ada begitu banyaknya onggok-onggok Durian, diri pun bertanya dengan sang Bapak.
Kira-kira berapa harga durian sekarang ya pak?”. Aihhh padahal ada kata durian yang kecil waktu itu, tapi malu mau dibilang. Dan entah mengapa juga waktu itu kutanyakan dengan sang Bapak, padahal bapak adalah Sopir bukan penjual Durian.

Syiaaaatttttt....
Dengan segera bapak tetiba memelankan laju angkotnya, kemudian menyapa penjual Durian yang ternyata orangnya bapak kenali. Bapak penjual Durian pun langsung menyambut sapaan itu, dan sekejap memberikan sebuah Durian kepada sang Bapak dengan meletakkannya dalam angkot. Para penumpang pun tampak bahagia, padahal tidak dikasih Durian. Apalagi sang  Bapak yang diberi Durian? Ya senang juga donggg... Bau Duriannya lagi harum, ada dimakan Tupai sedikit, yang kata bapak sopir itu kalau Durian dimakan Tupai pasti enak, manis. Entah benar atau tidak teori itu, diri juga tidak tahu. Yang pasti diri masih senang menyaksikan sebuah Durian.

Dialog per dialog masih berlanjut dengan sang Bapak, hingga akhirnya kami memutuskan berhenti dan turun lantaran sudah sampai tujuan. Sang Bapak mengiyakan, tak lupa kami bayar dan Bapak bilang “nanti pulangnya naik ini lagi ya...” kami pun mengiyakan dengan tawa ringan. Sang bapak berlalu dengan angkotnya menghantarkan penumpang lain ke tempat tujuan mereka masing-masing. Kami pun melanjutkan aktivitas kami, membeli A kemudian B, hingga C, D dan E lalu uang pun habis, tinggal tersisa untuk angkot selanjutnya. Jika sudah demikian, mau bagaiamana lagi, ya harus kembali kan.

Lalu kami berjalan dengan tas belanjaan masing-masing, menuju dan mencari angkot merah yang bertuliskan 15. Mengapa? Karena ada salah satu rute yang dilalui itu dekat tempat tinggal kami. Sungguh, diri sudah lelah menjelajah pasar sayur itu. Tak ada tenaga lebih untuk menantikan angkot sang Bapak tadi, kepikiran saja tidak. Kemudian ibarat kejutan, Terereng-terereng....kami menaiki angkot sang Bapak kembali. Sungguh tak disangka, rupanya lama kami berbelanja sama dengan rute angkot itu satu putaran. Kami pun tertawa, antara lucu dan berpikir kok bisa yaa. Ah rezeki memang tidak kemana kan Diallogos?

Dialog perdialog mulai terbangun lagi, bahasannya masih semanis Durian itu. Manis katamu? Mencoba pun belum. Percayalah, diri ini tahu dari penampakan dan baunya, meski kami sebenarnya cukup asing akhir-akhir ini. 2 belokan lagi, mungkin dialog dan pertemuan ini akan segera berakhir, karena tujuan untuk kembali kerumah “kontrakan” sudah dekat. Dengan hal yang diri ini tak sangka-sangka, Bapak mengikhlaskan Duriannya.

Sang Bapak bilang “Bisa buka Durian sendiri?” meski tak sering melakukannya tapi diri ini pernah. Terjawablah pertanyaan itu “bisa  pak, sudah pernah sebelumnya”. Dan lagi, terereng terereng... Sang Bapak mengkihlaskan Duriannya untuk diri, “MasyaAllah. Ini beneran pak?” ujar diri. “iya beneran, rezekinya adek. Memang sudah niat. Tadi kan bilang naik angkot ini lagi, dan beneran kan jadi naik angkot ini lagi. Dan selama tadi  ngobrol-ngobrol keinget sama anak yang jauh, mungkin dia juga lagi pengen Durian. ” jawab sang Bapak. “MasyaAllah, terimakasih banyak bapak” ucap diri yang tengah bahagia ini.

Bagaimana tidak, Diri yang sudah merindu lama dengan Durian, atas kejadian itu pun senang bukan kepalang. Tampak torehan senyum dari sang Bapak, dan diri pun jadi mesam-mesem juga. Terimakasih sebanyak-banyaknya terimakasih itu diri ucapkan kepada sang Bapak. Pas kami bertemu persimpangan, pertemuan itupun harus kembali berakhir, bapak pun mengiyakan. Tak lupa diri ini ucapkan Syukur dan semoga Sang Bapak panjang umur, sehat terus, dimudahkan rezekinya dan dijauhkan dari segala hal yang buruk.
Rezeki itu datang memang atas izin Allah, sesederhana itu kita pernah meminta, semewah itu Allah berikan. Kebaikan sore waktu itu semoga Allah balas dengan kebaikan lainnya ya Pak.

Pak, sekali lagi terimakasih. Meski sekarang Duriannya sudah habis bahkan kulitnya juga entah kemana, tapi untuk ketahuilah bersama bahwa manisnya masih terasa sampai sekarang, baunya masih semembahagiakan itu. Percayalah, kebaikan itu memang indah.

Salam hangat, Diallogi.
(Sani Utami)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

<>